E-LEARNING
Merebaknya pembelajaran online akhir-akhir ini menimbulkan
pemahaman dan persepsi yang beragam mengenai apa sebenarnya
pembelajaran berbasis teknologi informasi ini serta bagaimana
efektifitasnya. Ada beberapa miskonsepsi banyak orang terkait
pembelajaran online yang selama ini mungkin diyakini dan
dipersepsikan.
1. Pembelajaran online lebih mudah diikuti. Pembelajaran online memang terlihat mudah, kita cukup duduk di belakang komputer, tak perlu pergi kemana-mana, dapat belajar kapan saja kita mau, tak perlu memikirkan pernik-pernik formal (misalnya jadwal ketat, harus ke kampus, berpakaian rapi dll). Faktanya, pembelajaran online relatif lebih kompleks. Banyak tugas-tugas mandiri yang harus dikerjakan, bahkan mungkin lebih banyak daripada tatapmuka. Ini dapat diperparah jika pemelajar tidak memiliki disiplin diri yang ketat. Pemelajar cenderung tidak fokus dan terdistraksi oleh karena pembelajaran biasanya dilakukan setelah atau di sela-sela aktivitas sehari-hari. Ketiadaan guru/instruktur dan rekan belajar secara fisik juga dapat menimbulkan perasaan sendiri yang berakibat pada turunnya motivasi bahkan frustasi serta disorientasi.
2. Pembelajaran online minim interaksi. Dalam pembelajaran online memang ada persepsi bahwa pemelajar lebih banyak berhadapan dengan konten/materi pembelajaran dan minim atau malah tidak ada interaksi dengan guru/instruktur atau sesama pemelajar. Faktanya tidak selalu demikian. Pembelajaran online yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik justru dapat memunculkan interaksi yang dinamis (meski dalam situasi virtual). Diskusi secara online terkadang memberikan pengalaman dalam pemahaman yang lebih mendalam mengingat diskusi online memberikan kesempatan reflektif. Mereka yang biasanya lebih banyak diam dalam diskusi tatap muka, biasanya akan cenderung lebih terbuka dan lebih aktif. Lebih dari itu, pemelajar di lingkungan online akan membangun lifelong-connection, dimana meskipun kelas sudah selesai, mereka masih terhubung di jejaring.
3. Pembelajaran online kurang
efektif dan kurang menarik dibanding pembelajaran tatapmuka
konvensional. Banyak anggapan bahwa pembelajaran online
cenderung kurang efektif, ‘hambar’ dan membosankan karena
pemelajar hanya berhadapan dengan mesin yang tidak manusiawi.
Kenyataannya, pembelajaran online yang dirancang dengan baik
justru memberikan pengalaman yang sangat berbeda, baik dalam
mengakses konten pembelajaran maupun pola-pola interaksi.
Banyak pemelajar yang merasakan bahwa pembelajaran online
memiliki kesempatan pengalaman belajar yang lebih kaya dan
kesempatan berbagi dan berkolaborasi secara lebih luas dan
memunculkan trigger untuk ingin belajar lebih banyak lagi.
4. Kecurangan di pembelajaran
online lebih mudah dilakukan. Dalam pembelajaran online yang
melulu berdasarkan mekanisme grading yang kaku, kecurangan
memang lebih mudah. Misalnya ketika menjawab soal
multiple choice atau tugas-tugas tertentu, bisa saja pemelajar
tidak melakukan sendiri, bisa dibantu orang lain atau malah
mengunakan joki. Faktanya, ini tidak selalu benar. Dalam
pembelajaran online yang baik, tujuan pembelajaran bukan
sekedar grade atau kelulusan, melainkan kompetensi. Sehingga,
jika hal ini yang ditekankan pada pemelajar, motivasi utama
mereka tak lagi sekedar sertifikat atau nilai, tapi komitmen
untuk meningkatkan kompetensi. Selain itu, mekanisme penilaian
yang menekankan pada keaktifan dan bukan sekedar menjawab soal
akan mengurangi kemungkinan curang.
5. Pemelajar harus memiliki
kemampuan teknologi yang canggih. Memang dalam pembelajaran
online dibutuhkan kemampuan minimal dalam penguasaan
teknologi, namun bukan kemampuan teknologi yang rumit.
Faktanya banyak pemelajar yang tidak memiliki kemampuan
teknologi yang canggih, tetap mampu mengikuti proses
pembelajaran apalagi jika penyelenggara menyediakan mekanisme
pendampingan teknis yang memadai. Justru tantangan yang lebih
sulit bukan pada kemampuan teknis namun kemampuan manajemen
belajar.
6. Semua orang dapat sukses dalam pembelajaran online. Meskipun tren dimana-mana mengunggulkan dan mendorong semua orang untuk menerapkan pembelajaran online dengan asumsi bahwa semua orang akan sama-sama sukses dalam pembelajaran online, fakta sesungguhnya adalah: tidak semua orang cocok dengan pembelajaran online. Faktornya sangat banyak, misalnya ketersediaan sarana dan prasarana, kultur belajar mengajar, karakteristik guru maupun pemelajar, dll. Memaksakan pembelajaran online pada pemelajar yang tidak siap, justru akan membuat frustasi dan persepsi yang negatif. Transformasi ke pembelajaran baru memang harus selalu didorong, namun harus melalui proses yang membutuhkan kesabaran.
7. Pembelajaran online lebih
efisien. Efisiensi, dalam hal ini, dapat diukur dari paling
tidak dua hal, efisiensi biaya dan efisiensi
pembelajaran. Dari sisi biaya dapat dibandingkan jika
mengikuti pembelajaran tatap muka tentu lebih mahal (misalnya
biaya administrasi, tansportasi, dll). Dari sisi pembelajaran,
terutama waktu, beberapa penelitian menemukan bahwa
pembelajaran online membutuhkan kira-kira dua kali lipat waktu
untuk menuntaskan pembelajaran dengan target yang sama jika
dibandingkan dengan pembelajaran tatapmuka. Artinya jika suatu
kompetensi dapat dikuasai pemelajar dalam waktu 2 jam dalam
pembelajaran tatapmuka, kompetensi yang sama akan membutuhkan
kira-kira 4 jam dalam pembelajaran online.
Demikian, beberapa miskonsepsi yang mungkin selama ini
disalahpahami sebagian orang tentang pembelajaran online. Bagi
yang sudah terbiasa dengan pembelajaran online tentu akan
lebih paham bahwa beberapa persepsi atau anggapan yang selama
ini diyakini sebagian orang itu tidak selalu sepenuhnya benar.
(Muh. Tamimuddin)
Ada beberapa pandangan dan persepsi tentang pembelajaran online, dimana beberapa hal tidak sepenuhnya benar
Muh Tamim
Praktisi Pendidikan. Widyaiswara KEMDIKBUD